Is Haq (Jam'iyyah Ismul Haq)
Ketahuilah bahwa manusia ini bukanlah dijadikan untuk gurau-senda atau "sia-sia" saja. Tetapi adalah dijadikan dengan 'Ajaib sekali dan untuk tujuan yang besar dan mulia’. Meskipun manusia itu bukan Qadim(kekal dari azali lagi), namun ia hidup selama-lamanya. Meskipun badannya kecil dan berasal dari bumi, namun Ruh atau Nyawa adalah tinggi dan berasal dari sesuatu yang bersifat Ketuhanan. Apabila hawa nafsunya dibersihkan sebersih-bersihnya, maka ia akan mencapai taraf yang paling tinggi. Ia tidak lagi menjadi hamba kepada hawa nafsu yang rendah. Ia akan mempunyai sifat-sifat seperti Malaikat. Dalam peringkat yang tinggi itu, didapatinya SyurgaNya adalah dalam bertafakur mengenang Allah Yang Maha Indah dan Kekal Abadi. Tidaklah lagi ia tunduk kepada kehendak-kehendak kebendaan dan kenafsuan semata-mata. Al-Kimiya' Keruhanian yang membuat pertukaran ini. Seorang manusia itu adalah ibarat Kimia yang menukarkan logam biasa(Base Metal) menjadi emas. Kimia ini bukan senang hendak dicari. Ia bukan ada dalam sebarang rumah orang.
Kimia ini ialah ringkasnya berpaling dari dunia dan menghadap kepada allah Subhanahuwa Taala. Bahan-bahan Kimia ini adalah empat;
1. Mengenal Diri
2. Mengenal Allah
3. Mengenal Dunia ini Sebenarnya. (Hakikat Dunia)
4. Mengenal Akhirat sebenarnya (Hakikat Akhirat)
Bahwa perbendaharaan Tuhan di mana Kimia ini boleh didapati ialah Hati Para Ambiya' dan pewaris-pewarisNya dari kalangan ulama-ulama dan Aulia Allah. Barang siapa yang mencarinya selain itu adalah sia-sia dan akan Muflis (bangkrut) di Hari Pengadilan kelak apabila ia mendengar suara yang mengatakan , "Kami telah angkat tirai dari kamu, dan pandangan kamu hari ini sangat tajam dan nyata".
Allah Subhanahuwa Taala telah turunkan ke bumi ini 124,000 orang Ambiya untuk mengajar manusia tentang bahan-bahan Al-Kimiya ini. Bagaimana hendak menyucikan hati mereka dari sifat-sifat rendah dan keji itu.
sumber: kitab "Al-Kimiya' As-Saadah" (al.mu'alif as.syeikh Imam Ghazali)
" Padahal Kekuatan Itu Hanyalah Bagi ALLAH,Bagi ROSUL-Nya dan Bagi Orang-Orang Mu'min,Tetapi Orang-Orang Munafik Itu Tiada Mengetahui " (Al-Munafiqun:8)
PASRAHKAN DIMANA SAJA ALLAH MENUNDUKKAN DIRIMU
Is Haq (Jam'iyah Ismul Haq)
"Adapun manusia, bila Rabb-nya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata : "Rabbku telah memuliakanku. Sedang jika Rabbnya mengujinya, lalu ia mengurangi rezekinya, maka ia berkata, "Rabbku menghinaku." (QS. Al-Fajr : 15-16)
Kita semua umumnya pernah mengalami. Memohon pada Allah dengan sepenuh hati, khusyu, agar Allah memberikan sesuatu yang kita inginkan. Meminta dengan penuh harap kepada Allah untuk mengabulkan permintaan yang kita anggap itulah kenyataan yang paling baik. Berharap pada Allah agar Allah memberikan kita sebuah nikmat yang dalam pandangan kita, nikmat itulah yang paling tepat untuk kita. Tapi … ternyata, permintaan itu tak kunjung dikabulkan oleh Allah swt.
Mungkin, banyak di antara kita yang mengalami keadaan seperti ini mengeluh, kecewa, putus asa, frustasi, dan sebagainya. Padahal, pernahkah kita berpikir, sejauh mana kebenaran asumsi kita bahwa penundaan pemberian Allah itu adalah suatu bencana? Atau, pernahkah kita merenungkan, mungkin penundaan permintaan kita itu justru karunia yang harus kita syukuri? Apakah pengabulan do'a dan harapan itu selalu bermakna kemuliaan dari Allah untuk kita? Atau apakah pemberian langsung Allah kepada kita itu justru sebuah bencana? Kita tidak pernah tahu rahasia itu semua.
Menganggap bahwa pemberian itu bukti kemuliaan dan penundaan pemberian itu keburukan, merupakan sikap yang disinggung dalam firman Allah swt, "Adapun manusia, bila Rabb-nya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata : "Rabbku telah memuliakanku. Sedang jika Rabbnya mengujinya, lalu ia mengurangi rezekinya, maka ia berkata, "Rabbku menghinaku." (QS. Al-Fajr : 15-16) Manusia yang diceritakan dalam firman Allah itu, menganggap kesenangan identik dengan kemuliaaan dari Allah. Sebaliknya pengurangan rizki itu identik dengan penghinaan dari Allah.
Pemberian dan penundaan nikmat merupakan masalah yang paling penting dan amat berpengaruh dalam kehidupan seseorang. Sayangnya seperti firman Allah tersebut, banyak banyak orang yang keliru memahami masalah itu. Dan karena itulah al-Qur`an meluruskannya. Seringkali Allah menangguhkan pemberian dunia pada makhluk yang paling dicintai-Nya, sementara Ia mencurahkan segala macam kesenangan dunia kepada makhluk yang paling dimurkai-Nya. Karena itu, pemberian duniawi dari Allah bukan tanda kemuliaan, dan penahanan pemberian bukan tanda kehinaan.
Ibnu Athaillah berkata, "Jika Allah menahan pemberian-Nya padamu, maka pahamilah bahwa itu adalah suatu karamah (kemuliaan) untukmu selama kau pertahankan keislaman dan keimananmu, hingga segenap apa yang dilakukan Allah kepada dirimu menjadi karunia pula kepadamu." Ia kemudian melanjutkan, "Cukuplah sebagai balasan Allah atas ketaatanmu, jika Dia ridha kepadamu karena engkau menjadi orang yang taat kepadanya. Cukuplah sebagai balasan atas orang-orang yang beramal, Allah bukakan hatinya untuk menjalankan ketaatannya, dan apa saja yang diberikan pada mereka berupa kesenangan terhadap-Nya."
"Adapun manusia, bila Rabb-nya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata : "Rabbku telah memuliakanku. Sedang jika Rabbnya mengujinya, lalu ia mengurangi rezekinya, maka ia berkata, "Rabbku menghinaku." (QS. Al-Fajr : 15-16)
Kita semua umumnya pernah mengalami. Memohon pada Allah dengan sepenuh hati, khusyu, agar Allah memberikan sesuatu yang kita inginkan. Meminta dengan penuh harap kepada Allah untuk mengabulkan permintaan yang kita anggap itulah kenyataan yang paling baik. Berharap pada Allah agar Allah memberikan kita sebuah nikmat yang dalam pandangan kita, nikmat itulah yang paling tepat untuk kita. Tapi … ternyata, permintaan itu tak kunjung dikabulkan oleh Allah swt.
Mungkin, banyak di antara kita yang mengalami keadaan seperti ini mengeluh, kecewa, putus asa, frustasi, dan sebagainya. Padahal, pernahkah kita berpikir, sejauh mana kebenaran asumsi kita bahwa penundaan pemberian Allah itu adalah suatu bencana? Atau, pernahkah kita merenungkan, mungkin penundaan permintaan kita itu justru karunia yang harus kita syukuri? Apakah pengabulan do'a dan harapan itu selalu bermakna kemuliaan dari Allah untuk kita? Atau apakah pemberian langsung Allah kepada kita itu justru sebuah bencana? Kita tidak pernah tahu rahasia itu semua.
Menganggap bahwa pemberian itu bukti kemuliaan dan penundaan pemberian itu keburukan, merupakan sikap yang disinggung dalam firman Allah swt, "Adapun manusia, bila Rabb-nya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata : "Rabbku telah memuliakanku. Sedang jika Rabbnya mengujinya, lalu ia mengurangi rezekinya, maka ia berkata, "Rabbku menghinaku." (QS. Al-Fajr : 15-16) Manusia yang diceritakan dalam firman Allah itu, menganggap kesenangan identik dengan kemuliaaan dari Allah. Sebaliknya pengurangan rizki itu identik dengan penghinaan dari Allah.
Pemberian dan penundaan nikmat merupakan masalah yang paling penting dan amat berpengaruh dalam kehidupan seseorang. Sayangnya seperti firman Allah tersebut, banyak banyak orang yang keliru memahami masalah itu. Dan karena itulah al-Qur`an meluruskannya. Seringkali Allah menangguhkan pemberian dunia pada makhluk yang paling dicintai-Nya, sementara Ia mencurahkan segala macam kesenangan dunia kepada makhluk yang paling dimurkai-Nya. Karena itu, pemberian duniawi dari Allah bukan tanda kemuliaan, dan penahanan pemberian bukan tanda kehinaan.
Ibnu Athaillah berkata, "Jika Allah menahan pemberian-Nya padamu, maka pahamilah bahwa itu adalah suatu karamah (kemuliaan) untukmu selama kau pertahankan keislaman dan keimananmu, hingga segenap apa yang dilakukan Allah kepada dirimu menjadi karunia pula kepadamu." Ia kemudian melanjutkan, "Cukuplah sebagai balasan Allah atas ketaatanmu, jika Dia ridha kepadamu karena engkau menjadi orang yang taat kepadanya. Cukuplah sebagai balasan atas orang-orang yang beramal, Allah bukakan hatinya untuk menjalankan ketaatannya, dan apa saja yang diberikan pada mereka berupa kesenangan terhadap-Nya."
URGENSI SYAHADAIN
Is Haq (Jam'iyah Ismul Haq)
Dari sinilah, kita dapat memetik urgensi (baca ; ahamiyah) dari syahadat. Dan terdapat beberapa urgensi syahadat penting lainnya. Diantaranya adalah:
1. (مَدْخَلٌ إِلَى اْلإِسْلاَمِ)
Syahadat merupakan pintu gerbang masuk ke dalam Islam.
Karena pada hakekatnya, syahadat merupakan pemisah seseorang dari kekafiran menuju Iman. Artinya dengan sekedar mengucapkan syahadat, seseorang telah dapat dikatakan sebagai seorang muslim. Demikian pula sebaliknya, tanpa mengucapkan syahadat, seseorang belum dapat dikatakan sebagai seorang muslim, kendatipun baiknya orang tersebut.
Dalam syahadat seseorang akan mengakui bahwa hanya Allah lah satu-satunya Dzat yang mengatur segala sesuatu yang ada di jagad raya, termasuk mengatur segala aspek kehidupan manusia dengan mengutus seorang rasul yang ditugaskan untuk membimbing umat manusia, yaitu nabi Muhammad SAW.
2. (خُلاَصَةُ تَعَالِيْمِ اْلإِسْلاَمِ)
Syahadat merupakan intisari dari ajaran Islam.
Karena syahadat mencakup dua hal: Pertama konsep la ilaha ilallah; merealisasikan segala bentuk ibadah hanya kepada Allah, baik yang dilakukan secara pribadi maupun secara bersamaan (berjamaah). Dari sini akan melahirkan keikhlasan kepada Allah SWT. Kedua, konsep Muhammad adalah utusan Allah, mengantarkan pada makna bahwa konsep ini menjadi konsep yang mengharuskan kita untuk mengikuti tatacara penyembahan kepada Allah sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Atau dengan kata lain sering disebut dengan ittiba’.
3. (أَسَاسُ اْلإِنْقِلاَبِ)
Syahadat merupakan dasar perubahan total, baik pribadi maupun masyarakat.
Karena syahadat dapat merubah kondisi suatu masyarakat, bangsa dan negara secara menyeluruh, dengan sentuhan yang sangat dalam yaitu dari dalam tiap diri insan. Karena jika seseorang dapat berubah, maka ia akan menjadi perubah yang akan merubah masyarakatnya. Allah berfirman dalam (QS. 13 : 11) :
إِنَّ اللَّهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
“Sesungguhnya Allah tidak akan merubah kondisi suatu kaum, hingga mereka mau merubah diri mereka sendiri.”
4. (حَقِيْقَةُ دَعْوَةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ)
Syahadat merupakan hakekat da’wah Rasulullah SAW.
Karena pada hekekatnya da’wah Rasulullah SAW adalah da’wah untuk menegakkan dua hal; yaitu mentauhidkan Allah. Dan kedua menggunakan metode Rasulullah SAW dalam merealisasikan ibadah kepada Allah SWT.
5. (فَضَائِلٌ عَظِيْمَةٌ)
Syahadat memiliki keutamaan yang besar.
Diantaranya keutamaanya adalah sebagaimana yang digambarkan dalam hadits berikut:
عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ أَنَّهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ شَهِدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا
رَسُولُ اللَّهِ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ النَّارَ
“Dari Ubadah bin al-Shamit, aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Barang siapa yang bersaksi tiada tuhan selain Allah dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah, maka Allah akan mengharamkam neraka baginya”. (HR. Muslim)
Dari sinilah, kita dapat memetik urgensi (baca ; ahamiyah) dari syahadat. Dan terdapat beberapa urgensi syahadat penting lainnya. Diantaranya adalah:
1. (مَدْخَلٌ إِلَى اْلإِسْلاَمِ)
Syahadat merupakan pintu gerbang masuk ke dalam Islam.
Karena pada hakekatnya, syahadat merupakan pemisah seseorang dari kekafiran menuju Iman. Artinya dengan sekedar mengucapkan syahadat, seseorang telah dapat dikatakan sebagai seorang muslim. Demikian pula sebaliknya, tanpa mengucapkan syahadat, seseorang belum dapat dikatakan sebagai seorang muslim, kendatipun baiknya orang tersebut.
Dalam syahadat seseorang akan mengakui bahwa hanya Allah lah satu-satunya Dzat yang mengatur segala sesuatu yang ada di jagad raya, termasuk mengatur segala aspek kehidupan manusia dengan mengutus seorang rasul yang ditugaskan untuk membimbing umat manusia, yaitu nabi Muhammad SAW.
2. (خُلاَصَةُ تَعَالِيْمِ اْلإِسْلاَمِ)
Syahadat merupakan intisari dari ajaran Islam.
Karena syahadat mencakup dua hal: Pertama konsep la ilaha ilallah; merealisasikan segala bentuk ibadah hanya kepada Allah, baik yang dilakukan secara pribadi maupun secara bersamaan (berjamaah). Dari sini akan melahirkan keikhlasan kepada Allah SWT. Kedua, konsep Muhammad adalah utusan Allah, mengantarkan pada makna bahwa konsep ini menjadi konsep yang mengharuskan kita untuk mengikuti tatacara penyembahan kepada Allah sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Atau dengan kata lain sering disebut dengan ittiba’.
3. (أَسَاسُ اْلإِنْقِلاَبِ)
Syahadat merupakan dasar perubahan total, baik pribadi maupun masyarakat.
Karena syahadat dapat merubah kondisi suatu masyarakat, bangsa dan negara secara menyeluruh, dengan sentuhan yang sangat dalam yaitu dari dalam tiap diri insan. Karena jika seseorang dapat berubah, maka ia akan menjadi perubah yang akan merubah masyarakatnya. Allah berfirman dalam (QS. 13 : 11) :
إِنَّ اللَّهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
“Sesungguhnya Allah tidak akan merubah kondisi suatu kaum, hingga mereka mau merubah diri mereka sendiri.”
4. (حَقِيْقَةُ دَعْوَةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ)
Syahadat merupakan hakekat da’wah Rasulullah SAW.
Karena pada hekekatnya da’wah Rasulullah SAW adalah da’wah untuk menegakkan dua hal; yaitu mentauhidkan Allah. Dan kedua menggunakan metode Rasulullah SAW dalam merealisasikan ibadah kepada Allah SWT.
5. (فَضَائِلٌ عَظِيْمَةٌ)
Syahadat memiliki keutamaan yang besar.
Diantaranya keutamaanya adalah sebagaimana yang digambarkan dalam hadits berikut:
عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ أَنَّهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ شَهِدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا
رَسُولُ اللَّهِ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ النَّارَ
“Dari Ubadah bin al-Shamit, aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Barang siapa yang bersaksi tiada tuhan selain Allah dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah, maka Allah akan mengharamkam neraka baginya”. (HR. Muslim)
Langganan:
Postingan (Atom)